info sangatta

info sangatta

Minggu, 13 Januari 2013

Menyoal Kasus Divestasi PT KPC di Kutai Timur

Mencermati berbagai pemberitaan di
media lokal di Kalimantan Timur terkait
Kasus Divestasi PT KPC, penulis yang
kebetulan mengikuti kasus tersebut dari
awal, merasa perlu membuat artikel ini
untuk meluruskan posisi kasus dimaksud
secara akademis.
Secara singkat dapat dijelaskan,
terjadinya Divestasi Saham PT KPC
sebesar lima persen berawal dari
perjuangan Bupati Kutai Timur saat itu
Awang Faroek Ishak (AFI) bersama
dengan DPRD, untuk mendapatkan
divestasi saham KPC sebesar 51 persen.
Namun upaya itu gagal karena PT Bumi
Resources dengan perusahan lain
membeli saham dalam Sangatta Holding
Limited dan Kalimantan Coal Limited
yang adalah para pemegang 100 persen
saham PT KPC.
Pada saat tugas Bupati Kutai Timur
diemban oleh Wakil Bupati Mahyudin–
(AFI mengundurkan diri karena mengikuti
Pilkada Kaltim 2003), telah
ditandatangani Perjanjian Jual Beli
Saham 18,6 persen antara PT Bumi
Resources dengan Pemkab Kutai Timur.
Saham tersebut dijual kembali ke PT
Bumi Resources sebesar 13,6 persen dan
Pemkab Kutai Timur mendapatkan Golden
Share saham sebesar lima persen untuk
mengelola saham KPC sebesar  5 persen.
Dalam rangka mengelola saham lima
persen, Bupati Kutai Timur yang saat itu
dijabat Wakil Bupati Mahyudin,
membentuk PT Kutai Timur Energi tanpa
didukung Perda. Artinya, berdasarkan
Undang-Undang Perseroan Terbatas, PT
Kutai Timur Energi berstatus perusahaan
swasta yang sahamnya 99 persen dimiliki
Pemkab Kutai Timur.
Setelah dilantik sebagai Bupati Kutai
Timur Periode kedua, AFI mendapatkan
kenyataan Pemkab Kutai Timur memiliki 5
persen saham PT KPC yang dikelola PT
Kutai Timur Energi.
Sejak memiliki 5 persen saham PT KPC,
Pemkab Kutai Timur tidak mendapatkan
keuntungan yang cukup. Sehingga
keinginan penjualan saham PT Kutai
Timur Energi disampaikan melalui surat
Ketua DPRD kepada Dirut PT Kutai Timur
Energi, yang ditembuskan kepada
Pemkab Kutai Timur.
Bupati Kutai Timur kemudian
menindaklanjuti tembusan Surat DPRD
dengan membuat surat kepada DPRD
Kutai Timur. Surat tersebut direspon oleh
DPRD Kutai Timur dengan membuat
Keputusan No 10 tanggal 18 Agustus
2006 tentang Persetujuan Penjualan
Saham 5 persen KPC milik PT Kutai
Timur Energi.
Berdasarkan laporan Bupati Kutai Timur
saat ini Isran Noor, bahwa dana hasil
penjualan saham 5 persen masih utuh
dalam rekening PT Kutai Timur Energi di
Bank Mandiri dan Bank BNI Sangatta.
Dari laporan keuangan yang diaudit oleh
Ernst and Young, total aset dan dana
milik Pemerintah Kabupaten Kutai Timur
pada PT Kutai Timur Energi yang semula
bernilai US$63 juta atau Rp 576 Miliar
pada 31 Desember 2009 telah
berkembang menjadi Rp 792 Miliar.
Dalam konteks hukum pidana, pertanyaan
mendasar, apakah penjualan saham PT
KPC milik PT Kutai Timur Energi Sebesar
5 persen dapat dikatakan sebagai
korupsi?
Pertama-tama perlu dipahami, esensi
korupsi adalah perbuatan yang secara
melawan hukum memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi,
yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara. Dalam hukum
pidana, “melakukan perbuatan” dapat
dalam artian positif maupun negatif.
Melakukan perbuatan dalam artian positif
adalah melakukan suatu tindakan secara
nyata. Sedangkan melakukan perbuatan
dalam artian negatif adalah tidak
melakukan sesuatu perbuatan yang
seharusnya dilakukan atau crime by
ommission.
Berdasarkan cerita singkat di atas,
penjualan saham jelas adalah “melakukan
perbuatan” yang berkaitan dengan
divestasi tersebut. Akan tetapi,
pertanyaan lebih lanjut, apakah
perbuatan tersebut merupakan perbuatan
melawan hukum.
Dalam konteks hukum pidana kata-kata
“melawan hukum” dapat diartikan
memiliki empat sifat. Yakni sifat melawan
hukum formil, sifat melawan hukum
materiil, sifat melawan hukum umum dan
sifat melawan hukum khusus.
Pertama, sifat melawan hukum formil
mengandung arti semua bagian (unsur-
unsur) dari rumusan delik telah dipenuhi.
Sifat melawan hukum formil juga dapat
diartikan melanggar peraturan
perundang-undangan.
Dalam kasus posisi di atas, semua
tindakan telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Artinya, perbuatan
tersebut bersifat rechtmatig atau sesuai
aturan hukum yang berlaku. Hal ini
dibuktikan dengan permintaan
persetujuan DPRD oleh Bupati setiap kali
akan mengambil tindakan yang berkaitan
dengan rencana disvestasi tersebut.
Dengan demikian sifat melawan hukum
formal tidak terpenuhi.
Kedua, sifat melawan hukum materiil
yang berarti melanggar rasa keadilan dan
asas-asas kepatutan masyarakat
termasuk melakukan perbuatan tercela.
Dalam kasus posisi di atas, tidak ada
satupun tindakan Bupati maupun DPRD
yang melanggar rasa keadilan dan asas-
asas kepatutan masyarakat termasuk
melakukan perbuatan tercela.
Justru yang terjadi sebaliknya, penjualan
saham PT KPC Milik PT Kutai Timur
Energi sebesar 5 persen dimaksudkan
untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian sifat
melawan hukum materiil juga tidak
terpenuhi.
Ketiga, sifat melawan hukum umum
diartikan sebagai syarat umum dapat
dipidananya suatu perbuatan. Oleh
karena sifat melawan hukum formal
maupun sifat melawan hukum materiil
tidak terpenuhi maka dengan sendirinya
sifat melawan hukum umum pun tidak
terpenuhi.
Keempat, sifat melawan hukum khusus,
biasanya kata “melawan hukum”
dicantumkan dalam rumusan delik.
Dengan demikian sifat melawan hukum
merupakan syarat tertulis untuk dapat
dipidananya suatu perbuatan.
Artinya, untuk membuktikan sifat
melawan hukum khusus, sifat melawan
hukum formil atau sifat melawan hukum
materiil harus terpenuhi. Oleh karena sifat
melawan hukum formil maupun sifat
melawan hukum materiil tidak terpenuhi
maka dengan sendirinya sifat melawan
hukum khusus juga tidak terpenuhi.
Berikutnya adalah persoalan
“memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi”. Unsur ini harus
menimbulkan akibat bertambahnya
kekayaan pada diri sendiri, orang lain
atau suatu korporasi. Atas dasar
ringkasan cerita kasus posisi di atas,
tidak ada unsur tersebut, yang dengan
demikian unsur memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi tidak
terpenuhi.
Terakhir adalah unsur dapat merugikan
keuangan atau perekonomian negara.
Maksudnya tidak perlu ada kerugian
secara nyata tetapi cukup adanya suatu
potensi. Berdasarkan hasi audit dalam
ringkasan cerita di atas, yang terjadi
justru sebaliknya, jangankan ada
kerugian, potensi kerugianpun tidak ada
sama sekali. Bahkan, yang terjadi adalah
pertambahan kekayaan daerah. Dengan
demikian unsur dapat merugikan
keuangan atau perekonomian negara
tidak terpenuhi.
Ada juga yang berpendapat kasus
penjualan saham PT KPC milik PT Kutai
Timur Energi sebesar 5 persen perbuatan
yang menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada
padanya, karena jabatan atau kedudukan
dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian
negara.
Perlu dijelaskan perbuatan atau tindakan
menyalahgunakan kewenangan, sarana
atau kesempatan adalah bahwa tindakan
yang dilakukan tidak sesuai dengan
aturan atau melanggar peraturan
perundang-undangan atau bertindak di
luar kewenangannya.
Fakta dalam kasus posisi di atas,
kewenangan yang ada dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Dengan demikian, unsur
menyalahgunakan kewenangan, sarana
atau kesempatan yang ada padanya tidak
terpenuhi. Jika unsur ini tidak terpenuhi
maka unsur dengan tujuan
menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, yang dapat
merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara juga tidak
terpenuhi.
Secara yuridis semua tindakan tersebut
berada dalam ranah hukum perseroan
terbatas dan hukum keperdataan yang
tidak ada kaitannya dengan hukum
pidana. Sangkaan adanya tindakan
korupsi terlalu sumir.
Hal ini berdasarkan fakta semua tindakan
telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan tidak ada
satupun tindakan yang melanggar rasa
keadilan dan asas-asas kepatutan
masyarakat termasuk melakukan
perbuatan tercela.
Dengan demikian tidak terdapat
perbuatan melawan hukum sebagai
syarat mutlak tindak pidana korupsi.
Justru yang terjadi sebaliknya bahwa
penjualan saham tersebut dimaksudkan
untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Kutai Timur.
Dalam perkembangan selanjutnya setelah
Awang Faroek tidak menjabat Bupati lagi,
kasus divestasi PT KPC ada yang
dimanfaatkan oleh oknum-oknum
tertentu, sehingga menimbulkan kerugian
negara dan mereka telah dijatuhi pidana
berdasarkan putusan kasasi Mahkamah
Agung.
Wacana lebih lanjut ada yang mengaitkan
putusan kasasi Mahkamah Agung dengan
keterlibatan AFI atau dalam konteks
hukum pidana, AFI dimasukkan dalam
Delik Penyertaan sebagaimana termaktub
dalam Pasal 55 KUHP.
Perlu dijelaskan ada dua syarat penting
dalam delik penyertaan. Pertama, harus
ada niat untuk bekerjasama dalam
melakukan kejahatan. Kedua, kerjasama
dinatara para pelaku benar-benar
diwujudkan dalam mencapai tujuan delik.
Berdasarkan uraian di atas, kedua syarat
penting dari delik penyertaan tidak
dipenuhi oleh AFI. Tegasnya, tidak ada
fakta konkrit yang dapat membuktikan
keterlibatan AFI dalam putusan kasasi
Mahkamah Agung dimaksud.
Konsekuensi lebih lanjut, AFI yang telah
dinyatakan sebagai tersangka dalam
kasus ini, penyidikannya harus segera
dihentikan. Artinya, Kejaksaan Agung
harus segera mengeluarkan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan. Dengan
demikian AFI yang telah ditetapkan
sebagai tersangka dapat direhabilitasi
nama baiknya. (*/adv/ica)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar