Informasi kota Sangatta adalah media informasi kota yang menghadirkan berita yang relevan didukung oleh staff yang berimbang, Kami mengharapkan kerjasama dalam peliputan,karena kami sadar tak akan bisa tercipta berita bila hanya bersumber dari diri sendiri. Bila anda memiliki informasi,berita,iklan yang layak untuk kami publikasikan,hubungi kami melalui akun twitter kami di @info_sangatta, setiap PRESS dan KARYAWAN memilki kartu pengenal.WASPADA PENIPUAN.
info sangatta
Senin, 12 Agustus 2013
2014, Produksi Batubara Diperkirakan Capai 368 Juta Ton
Jakarta - Kementerian Energi Sumber Daya Mineral
memperkirakan produksi batu bara Indonesia pada
2014 mencapai 368 juta ton. Sekitar 25,9% atau 95,5
juta ton diantaranya akan dialokasikan untuk
kebutuhan batu bara domestik. Hal tersebut diatur
dalam Keputusan Menteri ESDM nomor 2901 K/30/
MEM/2013 Tentang Penetapan Kebutuhan dan
Presentase Minimal Penjualan Batubara Untuk
Kepentingan Dalam Negeri Tahun 2014. Keputusan itu
ditanda tangan Menteri ESDM tanggal 30 Juli 2013 dan
dimuat di situs kementerian ESDM awal Agustus ini.
Kebutuhan batu bara domestik akan dialokasikan
terbesar untuk perusahaan listrik plat merah, PT PLN
(Persero) sebesar 57,4 juta ton kemudian disusul
untuk pembangkit listrik swasta (Independent Power
Producer/IPP) 19,91 juta ton dan kebutuhan industri
semen sebesar 9,8 juta ton. Pasokan batu bara
domestik akan dipasok dari 50 perusahaan pemegang
Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara,
satu BUMN dan 34 perusahaan pemegang Izin Usaha
Pertambangan batubara.
Sementara itu, Deputi Direktur ReforMiners Institute
Komaidi Notonegoro berujar bahwa cadangan batu
bara Indonesia sebesar 28 miliar ton diproyeksikan
habis dalam 71 tahun ke depan. Perhitungan itu dengan
asumsi tingkat produksi sekitar 391 juta ton per tahun
dan tidak ditemukan cadangan baru. Asumsi produksi
yang digunakan adalah target pemerintah tahun ini.
Komaidi menjelaskan tingkat pertumbuhan produksi
batu bara Indonesia lebih tinggi dari rata-rata dunia.
Pada tahun 2010, misalnya, saat kenaikan produksi
dunia hanya 2% per tahun, di Indonesia mencapai 15%.
\"Produksi batu bara RI salah satu yang tertinggi di
dunia, padahal cadangan kita itu tidak masuk 10 besar
dunia,\" jelas Komaidi.
Melihat fenomena itu, Komaidi menyarankan
pemerintah untuk mulai membatasi produksi batu bara.
Pasalnya, dari produksi batu bara nasional yang tahun
ini ditargetkan 391 juta ton, kebutuhan batu bara
domestik sebenarnya hanya 75 juta-80 juta ton
sehingga sebagian besar diekspor. \"Produksi batu
bara Indonesia itu hampir lima kali lipat dari kebutuhan
domestik, menurut saya itu keterlaluan. Masalahnya,
kita ini tidak punya cadangan batu bara yang banyak,\"
tuturnya.
Dia khawatir jika pemerintah tidak memiliki kebijakan
tertentu ke depan, batu bara di Tanah Air habis
dikuras dan Indonesia malah jadi negara pengimpor
batu bara. Apalagi kebutuhan batu bara nasional dari
tahun ke tahun terus meningkat. \"Inilah yang terjadi
di sektor minyak saat ini. Dulu kita ekspor, sekarang
untuk memenuhi kebutuhan domestik meningkat kita
mengimpor,\" ungkapnya.
Negara-negara lain seperti Rusia, China dan India yang
memiliki cadangan batu bara lebih besar dari Indonesia,
saat ini mereka memilih tidak memproduksi batu
baranya secara jor-joran. \"Mereka malah mengimpor.
Itu karena mereka melihat 10 tahun-20 tahun lagi
harga batu bara akan semakin tinggi. Kalau di kita,
hanya mikir hari ini ada penerimaan yang masuk,\"
tuturnya. Dia juga menyarankan agar pemerintah terus
menggalakkan kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan
cadangan batu bara nasional. Saat ini Indonesia
tercatat memiliki sumber daya batu bara sekitar 142
miliar ton.
Komoditas Unggulan
Batubara masih menjadi komoditas ekspor unggulan
Indonesia. Meski harganya anjlok, produksi dan ekspor
batu hitam ini terus meningkat lantaran masih ada
permintaan ekspor yang tinggi. Data Kementerian
Perdagangan menyebutkan, ekspor batubara pada
Januari-Mei 2013 mencapai 163,69 juta metrik ton.
Angka ini naik 21% dibandingkan periode yang sama
pada 2012, saat ekspor mencapai 134,98 juta metrik
ton. Tidak disebutkan alasan kenaikan ekspor
tersebut, namun hal ini kemungkinan terjadi lantaran
naiknya produksi beberapa perusahaan dan adanya
pasar ekspor baru.
Seperti diketahui, setelah sukses diserap Cina dan
India, batubara Indonesia kini diserap oleh Jepang.
Sebab, pembangkit listrik di negeri matahari terbit
tersebut tengah \"kelaparan\" batubara. Setelah
harga gas dan minyak melambung, para pengusaha
listrik mencari pasokan energi baru yang lebih murah.
Pemerintah Jepang pun menggalakkan pemakaian
batubara untuk menghemat cadangan minyak.
Sayangnya peningkatan ekspor belum direspon dengan
perbaikan harga. Sejak 2008, harga batubara terus
ngedrop dan belum menunjukkan perbaikan. Apalagi
perekonomian Cina belakangan melemah, sehingga
serapan dan harga batubara diperkirakan kian turun.
Saat ini harga batubara termal di Newcastle Australia
mencapai US$ 76,40 per ton. Angka ini melorot
dibandingkan harga tertinggi pada 2008 yang mencapai
US$ 192,50 per ton.
Karena itu, meski ekspor kian cerah, para pengusaha
batu bara mesti mewaspadai sejumlah hambatan
diantaranya harga yang meluncur jatuh, larangan
ekspor batubara kalori rendah dari Cina dengan alasan
proteksi serta kenaikan royalti dari pemerintah. Mulai
tahun depan, pemerintah bakal menaikkan royalti dari
pemegang izin usaha pertambangan atau IUP dari 5-7
persen menjadi 10-13%.
Neraca.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar